Setelah menikah, harapan yang dibayangkan oleh perempuan dan laki-laki adalah hidup bersama pasangan selamanya. Namun apabila terjadi masalah rumah tangga yang tidak memungkinkan lagi bertahan, biasanya istri atau suami akan menggugat cerai. Perceraian merupakan hal yang paling dihindari oleh pasangan suami istri. Seluruh pasangan suami istri di dunia pastinya tidak ingin bercerai. Prahara rumah tangga yang tidak bisa diatasi oleh salah satu pihak akan menyebabkan perceraian, dimana perceraian merupakan keputusan mengakhiri hubungan dan berhenti melakukan kewajiban sebagai suami-istri. Bagi istri, anda bisa mengajukan surat permohonan cerai dengan melihat contoh surat gugatan cerai istri kepada suami. Mengajukan perceraian sah-sah saja bagi perempuan, apabila anda merasa sudah terancam kedamaian hidupnya, misalnya anda dianiaya, sudah tidak di nafkahi, atau suami melanggar janji pernikahan dengan anda.
Contoh Surat Gugatan Cerai Istri Kepada Suami |
Kepada Yth.
Bapak Ketua Pengadilan Agama Balikpapan Utara
Jalan Ruko No 1, Pasar Senen
Balikpapan Utara
Hal: GUGATAN CERAI
Dengan hormat,
Saya, Mawar, lahir di Surabaya pada tanggal 9 Juni 1985, Swasta, bertempat tinggal di Jalan Duku Selatan No. 24, RT. 012 RW. 003, Kelurahan Simpang Tiga, Kecamatan Ulin, Balikpapan Utara, Warga Negara Indonesia, selanjutnya disebut “PENGGUGAT” dengan ini hendak mengajukan Gugatan Cerai terhadap suami saya :
Sutisna, S.E., lahir di Samarinda pada tanggal 22 Januari 1983, Swasta, bertempat tinggal di Jalan Duku Selatan No. 24, RT. 012 RW. 003, Kelurahan Simpang Tiga, Kecamatan Ulin, Balikpapan Utara, Warga Negara Indonesia, selanjutnya disebut “TERGUGAT”
Adapun hal-hal yang mendasari diajukannya Gugatan Cerai ini adalah sebagai berikut:
1. Bahwa pada tanggal 13 Rabiul Awal 1405 H (21 Maret 2006), telah dilangsungkan perkawinan yang sah berdasarkan agama Islam, yang kemudian dicacat oleh Pegawai Pencatat Nikah pada Kantor Urusan Agama Kecamatan Ulin sebagaimana ternyata dari Kutipan Akta Nikah No. 333/11/II/2006 tanggal 21 Maret 2006. Sehingga karenanya Perkawinan tersebut adalah SAH menurut hukum agama dan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 jo Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975;
2. Bahwa PENGGUGAT dan TERGUGAT selama ini menempati rumah TERGUGAT yang dijadikan sebagai tempat kediaman bersama dan beralamat di Jalan Duku Selatan No. 24, RT. 012 RW. 003, Kelurahan Simpang Tiga, Kecamatan Ulin, Balikpapan Utara, hal ini dapat dibuktikan dengan dibuatkannya KTP atas nama PENGGUGAT maupun KTP atas nama TERGUGAT serta diterbitkannya Kartu Keluarga tanggal 21 Mei 2006 oleh Camat Ulin, Balikpapan Utara atas nama Kepala Keluarga : Sutisna, S.E., i.c. TERGUGAT;
3. Bahwa pada awalnya kehidupan rumah tangga antara PENGGUGAT dengan TERGUGAT berjalan baik dan harmonis;
4. Bahwa sejak bulan Januari 2010 hingga saat ini PENGGUGAT telah menggantikan posisi TERGUGAT sebagai kepala keluarga yang harus memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, karena sejak bulan Agustus 2009 TERGUGAT tidak memiliki pekerjaan yang tetap, meskipun PENGGUGAT telah meminta kepada TERGUGAT agar TERGUGAT segera mencari pekerjaan yang tetap agar beban PENGGUGAT untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dapat lebih ringan;
5. Bahwa namun demikian, TERGUGAT tetap saja tidak mau berusaha untuk mencari pekerjaan yang tetap, terlebih lagi sikap TERGUGAT yang ringan tangan kepada PENGGUGAT, sehingga kehidupan rumah tangga antara PENGGUGAT dan TERGUGAT mulai mengalami pasang surut yang ditandai dengan sering terjadinya perselisihan dan selalu berakhir dengan pertengkaran. Kadang-kadang pertengkaran timbul dan dipicu oleh persoalan kecil berupa perbedaan pendapat antara PENGGUGAT dan TERGUGAT;
6. Bahwa PENGGUGAT dan TERGUGAT telah berupaya sekuat tenaga untuk menyelesaikan setiap perselisihan yang terjadi antara lain dengan melakukan konsultasi perkawinan dengan orang tua dan keluarga terdekat, namun upaya tersebut tidak berhasil, karena perselisihan diantara PENGGUGAT dan TERGUGAT masih terus terjadi;
7. Bahwa upaya-upaya konsultasi dan/atau nasehat sebagaimana PENGGUGAT uraikan pada butir 6 diatas, semata-mata PENGGUGAT lakukan untuk mempertahankan rumah tangga antara PENGGUGAT dan TERGUGAT yang telah berlangsung selama ± 10 (sepuluh) tahun;
8. Bahwa rumah tangga antara PENGGUGAT dan TERGUGAT sudah tidak mungkin dapat dipertahankan lagi karena kehidupan sehari hari dirumah tangga PENGGUGAT dan TERGUGAT selalu diwarnai dengan perselisihan dan kesalahpahaman, puncaknya sejak bulan Mei tahun 2010 PENGGUGAT pergi meninggalkan rumah TERGUGAT yang menjadi kediaman bersama;
9. Bahwa dengan tidak dapat dipertahankannya lagi kehidupan rumah tangga antara PENGGUGAT dan TERGUGAT, maka tidak ada pilihan lain bagi PENGGUGAT selain memutuskan untuk mengakhiri ikatan perkawinan antara PENGGUGAT dan TERGUGAT dengan cara mengajukan gugatan cerai;
10. Bahwa keputusan untuk mengakhiri ikatan perkawinan telah PENGGUGAT bicarakan dengan TERGUGAT dan telah pula diketahui oleh keluarga besar masing-masing;
11. Bahwa sesuai ketentuan Pasal 1 Undang-undang No. 1 tahun 1974, tentang Pokok-pokok Perkawinan, dinyatakan sebagai berikut bahwa;
“Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Apabila ketentuan Pasal 1 Undang-undang No. 1 tahun 1974 tersebut diatas dikaitkan dengan keadaan perkawinan antara PENGGUGAT dan TERGUGAT, maka jelaslah bahwa tujuan dari Perkawinan tersebut sudah tidak ada lagi didalam rumah tangga antara PENGGUGAT dan TERGUGAT, dimana perkawinan PENGGUGAT dan TERGUGAT terlihat telah mengandung cacat dalam pelaksanaannya, sehingga dengan demikian untuk apalah perkawinan tersebut dipertahankan lagi;
12. Bahwa selain dari pada itu, gugatan cerai PENGGUGAT yang didasarkan pada adanya perselisihan yang terjadi terus menerus antara PENGGUGAT dan TERGUGAT juga telah memenuhi ketentuan Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, yang pada pokoknya menyebutkan bahwa:
“Perceraian dapat terjadi karena antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga”
13. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 22 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, pada pokoknya menyatakan bahwa:
Pasal 22 ayat (1)
“Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam Pasal 19 huruf f, diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman tergugat.”
Bahwa domisili TERGUGAT adalah di Jalan Duku Selatan No. 24, RT. 012 RW. 003, Kelurahan Simpang Tiga, Kecamatan Ulin, Balikpapan Utara. Dengan demikian secara hukum Pengadilan Agama yang berwenang untuk mengadili perkara a quo adalah Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang mempunyai yurisdiksi meliputi tempat kediaman Tergugat.
Pasal 22 ayat (2)
“Gugatan tersebut dalam ayat (1) dapat diterima apabila telah cukup jelas bagi Pengadilan mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran itu dan setelah mendengar pihak keluarga serta orang-orang yang dekat dengan suami-isteri itu.”
Bahwa sebagaimana telah PENGGUGAT uraikan diatas, maka telah cukup alasan bahwa antara PENGGUGAT dan TERGUGAT telah terjadi perselisihan yang terus menerus dan tidak ada harapan lagi untuk hidup bersama sebagai suami istri.
Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka dengan ini PENGGUGAT mohon kepada Bapak Ketua Pengadilan Negeri Balikpapan Utara, kiranya berkenan memeriksa Surat Gugatan Cerai PENGGUGAT dan selanjutnya memberi Putusan sebagai berikut:
1. Mengabulkan gugatan PENGGUGAT seluruhnya. ;
2. Menyatakan perkawinan yang dilangsungkan antara PENGGUGAT dengan TERGUGAT, pada tanggal tanggal 13 Rabiul Awal 1405 H (21 Maret 2006), sebagaimana ternyata dari Kutipan Akta Perkawinan No. 333/11/II/2006 tanggal 17 Maret 2000 yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Duku adalah PUTUS karena perceraian dengan segala akibat hukumnya.;
3. Menghukum TERGUGAT untuk membayar biaya yang timbul dari perkara ini..
Atau
Apabila Bapak Ketua Pengadilan Agama Jakarta Selatan berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya
Hormat saya,
Mawar